Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Ratu Atut Chosiyah dengan hukuman 10 tahun penjara dalam kasus suap pemilihan Bupati Lebak, Banten. Atut juga diminta membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider kurungan lima bulan.
Menurut jaksa, Atut pantas menerima hukuman tersebut karena sebagai Gubernur Banten dia tidak memberikan contoh pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi.
"Suap yang dilakukan terdakwa terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar telah mencederai lembaga peradilan," kata jaksa penuntut umum Edy Hartoyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Senin, 11 Agustus 2014.
Selain dituntut hukuman kurungan dan denda, jaksa meminta agar hak politik mantan Gubernur Banten ini sebagai warga negara dicabut. Jika dikabulkan, ini berarti Atut tak akan bisa lagi memilih atau mencalonkan diri untuk dipilih dalam pemilihan-pemilihan umum mendatang.
Menurut Edy, tuntutan ini merupakan konsekuensi atas perbuatan Atut yang terbukti melakukan tindak penyuapan dan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf A Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Pengacara Atut, Tubagus Sukatma, menilai tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum terlalu memberatkan. "Lebih-lebih tuntutan pencabutan hak politik itu terlalu mengada-ada sebab tidak didasarkan pada fakta persidangan," ujarnya.
Ratu Atut Chosiyah terjerat kasus dugaan suap pengurusan sengketa pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Lebak, Banten, di Mahkamah Konstitusi. Dalam kasus ini, Atut bersama-sama dengan adiknya, Tubagus Chaeri Wardhana, diduga memberikan uang sebesar Rp 1 miliar kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, untuk memenangkan pasangan calon Bupati Lebak Amir Hamzah-Kasmin.
sumber;tempo