Pria yang akrab disapa Ahok ini mulai bernyanyi tentang permainan anggaran APBD yang dilakukan DPRD
"Saya buka saja, sebelum e-budgeting, anggota DPRD ini selalu menitipkan semua kepada SKPD, SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) harus mengetik untuk dimasukkan dalam APBD. Mereka bebas tanpa dosa tuh," ungkap Ahok di Balai Kota, Rabu (26/2/2015).
Dikatakan dengan memperalat SKPD, seolah-olah yang menyusun anggaran APBD adalah SKPD.
Saat ini SKPD sudah tidak bisa di setir DPRD karena konsekuensinya bisa dipecat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Akhirnya DPRD pun melakukannya sendiri. Hal tersebut lah yang terjadi dibalik kisruh APBD saat ini.
"Nah mereka nekat bikin sendiri. boleh tidak DPRD buat sendiri? sejak kapan ada undang-undang yang mengatur dia punya hak anggaran. Kalau hak penganwasan, dia betul. Tapi dia tidak berhak mengisi sendiri," ujarnya.
Ahok mengira munculnya dana siluman Rp 12,1 triliun diinisiasi segelintir anggota DPRD kemudian staf DPRD diminta untuk menyusunnya. Tetapi hingga kini Ahok belum tahu siapa yang memasukkan anggaran siluman tersebut.
"Saya tidak tahu siapa. Tapi tanda tangan semua kok, ketua komisi, wakil ketua komisi, sekretaris tanda tangan semua," katanya.
Mantan Bupati Belitung Timur ini mengaku sudah menyisir asal usul munculnya anggaran siluman. Sehingga kini dirinya tinggal menunggu DPRD menggunakan hak angket.
Usut Dana APBD 'Siluman', Ahok Rela Pertaruhkan Jabatan Gubernur
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku tak peduli disebut tak beretika karena menuding DPRD DKI memasukkan anggaran siluman ke dalam APBD 2015 sebesar Rp 12,1 triliun untuk membeli peralatan yang kurang penting. Bahkan jika sampai mempertaruhkan jabatannya.
"Berantem aja, gue juga demen... Saya, daripada 12,1 triliun habis buat beli barang-barang gila begitu, lebih baik saya pertaruhkan posisi saya sebagai gubernur," tegas dia di Balaikota Jakarta, Rabu (25/2/2015).
Ahok mengaku dirinya lebih memilih mempermasalahkan anggaran susupan tersebut, daripada harus memasukkannya dalam APBD demi hubungan baik dengan DPRD DKI.
"Saya harus pilih lebih baik jadi gubernur, baik-baik sama DPRD atau amankan APBD. Kalau saya memilih, lebih baik nggak jadi gubernur asal uang di APBD tidak disusupkan," tandas Ahok.
Untuk itu, mantan Bupati Belitung Timur itu berencana melaporkan perihal anggaran siluman ini ke pihak berwenang untuk dikenakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sebab, anggaran Rp 12,1 triliun itu diusulkan untuk pembelian alat-alat yang menurut dia tidak mendesak. Bahkan penganggarannya tidak mendetil. Bahkan apabila memang dirinya tak mendapatkan gaji karena terhambatnya APBD ini, Ahok mengaku tak peduli.
"Gubernur nggak digaji, nggak apa-apa. Kecil kok gajinya Rp 6-7 juta. Siapa yang mau lapor ke Bareskrim? Ngapain ke kejaksaan? Gue mau kenakan tindak pidana pencucian uang. Kita lihat saja siapa yang masuk penjara nanti," pungkas Ahok.
Kisruh APBD DKI bermula ketika Ahok mengungkapkan adanya dugaan anggaran siluman sebesar Rp 12,1 triliun yang dimasukkan ke dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2015 usai disahkan oleh DPRD DKI dalam rapat paripurna yang diselenggarakan pada tanggal 27 Januari 2015.
Dalam pembahasan APBD di tingkat komisi sebelum rapat paripurna itu, Ahok menyebut salah satu wakil ketua komisi di DPRD memotong 10 hingga 15 persen anggaran yang telah disusun oleh Pemerintah Provinsi DKI, kemudian menggantinya dengan anggaran pembelian perangkat Uninterruptible Power Supply (UPS) untuk seluruh kantor kecamatan dan kelurahan di Jakarta Barat.
© Pengamat menilai mundurnya Ahok dari Partai Gerindra akan menyulitkan komunikasi PDIP-Gerindra. (Lip... ahok
Setelah dicek, ternyata tak satupun camat atau lurah di sana yang merasa pernah mengajukan penganggaran pembelian UPS yang nilainya bila dibagi rata dengan jumlah kecamatan dan kelurahan yang ada di Jakarta Barat, mencapai Rp 4,2 miliar per 1 unit UPS.
Namun, dari pihak DPRD DKI melalui Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Banggar DPRD) DKI justru menyebut Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov DKI telah mencoba menyuap dalam penyusunan APBD DKI 2015 sebesar Rp 12 triliun. (Riz)
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama atau Ahok membeberkan bukti
'anggaran siluman' yang disebutnya telah dimasukkan oleh DPRD DKI ke dalam APBD
DKI 2015. Langkah ini ia lakukan setelah dirinya terus disebut tak beretika
karena menuding DPRD telah menyusupkan anggaran ke dalam APBD yang telah diketok
dalam paripurna. Salah satu bukti yang digelontorkannya yakni pagu anggaran
Dinas Pendidikan DKI.
"Saya kasih liat kalian contoh yang
namanya susupan di Dinas Pendidikan itu ditolak kepala dinas. Tapi di dalam
versi tanda tangan mereka (DPRD) keluar angka-angka seperti ini. Pantas nggak
beli barang-barang kayak itu sementara sekolah begitu jelek. Itu kan nggak
pantas," ujar Ahok di Balaikota Jakarta, Rabu (25/2/2015).
Dia lalu menunjukkan lembaran pagu
anggaran yang ditambahkan oleh DPRD DKI. Ada 19 anggaran tambahan di Dinas
Pendidikan DKI, yakni: Profesional development for teacher melalu pelatihan guru
ke luar negeri senilai Rp 25,5 miliar; Pengadaan alat peraga pendidikan anak
usia dini bantuan untuk PAUD senilai Rp 15 miliar; Pengadaan peralatan Audio
Class SD senilai Rp 4,5 miliar; Pengadaan peralatan Audio Class SMA/SMK senilai
Rp 3 miliar; Pengadaan peralatan Audio Class SMP senilai Rp 3,5 miliar.
Kemudian, Pengadaan perangkat sains
bidang teknologi rekayasa untuk SMK Negeri 1 Jakarta Pusat senilai Rp 3 miliar;
Pengadaan perangkat sains bidang teknologi rekayasa untuk SMKN 26 Jaktim senilai
Rp 3 miliar; Pengadaan perangkat sains bidang teknologi rekayasa untuk SMKN 29
Jaksel senilai Rp 3 miliar; Pengadaan perangkat sains bidang teknologi rekayasa
untuk SMKN 34 Jakpus senilai Rp 3 miliar; Pengadaan perangkat sains bidang
teknologi rekayasa untuk SMKN 39 Jakpus senilai Rp 3 miliar; Pengadaan perangkat
sains bidang teknologi rekayasa untuk SMKN 5 Jaktim senilai Rp 3 miliar;
Pengadaan perangkat sains bidang teknologi rekayasa untuk SMKN 52 Jaktim senilai
Rp 3 miliar; serta Pengadaan alat percepatan peningkatan mutu pembelanjaran
e-smart teacher education untuk SDN kecamatan Cempaka Putih senilai Rp 4,9
miliar.
Tak hanya itu, anggaran di Sudin
Pendidikan II Jakarta Selatan juga mengalami penambahan. Yakni, Pengadaan
Uninterruptible Power Supply (UPS) SMPN 37 Rp 6 miliar; Pengadaan
Uninterruptible Power Supply (UPS) SMPN 41 Rp 6 miliar; Alat peraga elektronika
mikrokontrol untuk SMA Rp 3 miliar; Professional Outdoor Audio System (IPM) Rp
4,5 miliar; Pengadaan Laboratorium Multifungsi untuk SMAN Kecamatan Ciracas Rp
4,44 miliar; dan Pengadaan Laboratorium Multifungsi untuk SMAN Kecamatan Kramat
Jati Rp 4,44 miliar.
Sehingga total 'anggaran siluman' yang
dituding Ahok telah disusupkan DPRD DKI ke dalam pagu anggaran Dinas Pendidikan
mencapai Rp 105,876 miliar.
"Ini yang dari versi DPRD, makanya saya
tolak, makanya nggak mau tanda tangan. Jadi yang model-model gini yang mau
dimasukin. Ini yang saya bilang siluman. Liat nih semua. Dari mana coba ini?"
tegas Ahok.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama atau Ahok saat menunjukkan anggaran siluman yang ia sebut disusupi DPRD
DKI (Liputan6.com/Andi Muttya Keteng)
Padahal seharusnya jika memang ingin
menambahkan anggaran untuk pendidikan, seharusnya DPRD mengusulkan dana bagi
pembangunan atau perbaikan gedung sekolah di Jakarta. Sebab, 46 persen bangunan
sekolah di Jakarta berantakan. Sedangkan, DPRD justru mengusulkan anggaran untuk
peralatan yang tak perlu menurut Ahok. Ia mengibaratkan hal ini layaknya
membangun sebuah rumah tinggal. Seharusnya bangun dulu rumahnya, baru beli
peralatannya.
"Kalau kamu nggak ada duit, lu beli isi
(perabotan) apa rumah dulu? Kalau anggota DPRD beli TV dulu, atap rusak nggak
apa-apa, itu yang terjadi di Jakarta. Ini sebenarnya ada apa. Ini gila-gilaan,"
kata Ahok.
Mantan Bupati Belitung Timur itu bahkan
menuding anggaran siluman itu tak hanya terjadi di pagu anggaran Dinas
Pendidikan DKI tetapi juga dinas lainnya. Seperti Dinas Kesehatan maupun Dinas
Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana. Ataupun Dinas Pariwisata. Hal itu
lah yang menjadi alasannya ngotot menggunakan sistem e-Budgeting yang bisa
mengunci anggaran, sehingga tak ada lagi anggaran siluman.
"Jadi DPRD ini DPRD apaan? Yang tidak
beretika Ahok, yang nyolong gini beretika. Coba aja tanya bahasa Indonesia yang
baik benar gimana? Ini fakta kok. Ini baru Dinas Pendidikan loh. Belum lagi
dinas yang lain. Pokoknya semua total Rp 12,1 triliun rupiah. Ini sudah maling
menurut saya. Malingnya sudah keterlaluan," tandas Ahok. (Riz)