Meski demikian, pengamat politik Ray Rangkuti menegaskan dalam pemilihan komunikasi politik, Jokowi harus memperbaikinya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan agar tidak segan-segan menenggelamkan kapal asing tanpa izin resmi yang mengambil kekayaan Indonesia antara lain melakukan penangkapan ikan secara ilegal.
"Kita bukan membahas subtansinya. Kita puji apa yang dilakukan Jokowi tidak pernah menjadi kenyataan pada saat era SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Tapi sebagai presiden, seharusnya Jokowi bisa lebih berkomunikasi dengan tidak terlalu agresif. Selain itu terlihat Jokowi seakan-akan tidak mengerti hukum internasional," ujar Ray pada sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (23/11/2014).
Sementara, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Marsetio menilai penenggelaman kapal asing bodong yang tidak memiliki dokumen resmi dan masuk perairan Indonesia bisa menekan pencurian ikan dan sumber daya laut.
Hal itu menurut dia sudah pernah dilakukan pada tahun 2014 saat dirinya masih menjadi Asisten Operasi Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur.
Meski demikian, lanjut KSAL, memang tidak semua kapal bisa ditindak dengan demikian. Di mana ada yang harus melalui proses hukum, tergantung jenis pelanggarannya.
Namun apabila memasuki wilayah Indonesia dan diketahui mencuri kekayaan laut tanpa surat resmi dan tidak ada yang bertanggung jawab maka penenggelaman kapal dimungkinkan. Asalkan awak maupun orang selain awak terlebih dulu diamankan.
Ray memandang sikap Jokowi tersebut membuat negara-negara lain berpikir dua kali untuk melakukan diplomasi dengan Indonesia.
"Ini jelas membuat negara lain berpikir ulang untuk berdiplomasi dengan Indonesia. Hal yang membuat Indonesia tidak dipandang remeh, berbeda saat SBY yang terkesan lembek. Tapi apakah kita siap dengan cara-cara ofensif seperti ini, itu perlu dijawab," jelas dia.
Adapun pemerintah Malaysia tidak percaya jika Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan akan menenggelamkan kapal pencuri ikan. Menteri Luar Negeri (Menlu) Malaysia Anifah Aman, juga mengaku tidak diberitahu soal penangkapan 200 nelayan mereka.
"Saya tidak percaya bahwa pernyataan ini dibuat oleh Presiden (Jokowi) dan saya akan menyelidiki tuduhan ini," kata Menlu Malaysia seperti dilansir kantor berita Bernama, Jumat 21 November silam.
Kendati demikian, Anifah Aman mengaku bahwa Kedutaan Besar Malaysia di Indonesia telah melaporkan masalah itu untuk verifikasi, terutama soal indentitas 200 nelayan yang ditangkap.
Tak hanya dirinya, menurut Anifah, Malaysia Maritime Enforcement Agency (MMEA) belum menerima pemberitahuan apa pun soal penangkapan 200 nelayan Malaysia oleh pihak berwenang Indonesia.
Menurut Anifah, Malaysia dan Indonesia telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) mengenai pedoman umum untuk penanganan para nelayan yang bermasalah. Dalam MoU itu, kedua negara sepakat, bahwa nelayan pencuri ikan hanya diusir dan tidak ditangkap.
Pemerintah Malaysia baru mengetahui informasi penangkapan 200 nelayan itu dari pernyataan Sekretaris Kabinet Indonesia Andi Widjajanto, yang menyatakan bahwa penangkapan para nelayan Malaysia itu bagian dari operasi pencegahan illegal fishing yang dilakukan Indonesia. (Ans)